Desclimer : Ini hanya opini pribadi, boleh sepakat atau tidak.
Sejak dulu (kurang lebih sejak saya lulus SMA) ramai ditelinga saya entah dari tetangga, dari teman, intinya dari orang-orang disekitar saya. Mereka bertanya (setengah menggojlok) "ayok cepatlah menikah", "ayok nunggu apa lagi? nanti keburu tua", "ayok ituloh sudah ada yang nunggu", "ayok cepet nikah, tau mau calonnya saya carikan" wkwk. Dengan wajah biasa saja saya merespon "Waah nanti dulu, masih lama".
Jujur saya pribadi sama sekali ndak risih dengan pertanyaan atau gojlokan bab pernikahan. Malah saya suka, membuktikan bahwa banyak orang peduli dengan saya.
Apalagi setelah Ibu saya Wafat, pertanyaan dan seruan semacam diatas semakin sering dilontarkan, entah dipengajian, entah di yasinan, entah dijalan, entah dirumah, dan lain sebagainya.
Namun begini, saya pikir memang betul yang dipikir oleh orang lain seolah-olah saya sudah mampu untuk melangsungkan pernikahan. Namun yang lebih penting dari sekedar mampu adalah mau. Masalahnya adalah di mau.
"Ayok menikahlah, kasihan Bapakmu sendirian sudah sepuh, biar ada yang ngurus"
Dalam benakku berteriak "Heiiii, justru karena bapakku sudah sepuh itulah aku tidak mau cepat-cepat menikah, karena yang kutakutkan satu, bukan aku takut tak mampu memberikan nafkah kepada "Istri" namun yang kutakutkan adalah karena bapakku sudah sepuh maka jika nanti aku menikah maka takutnya aku justru kurang berbakti kepada orang tuaku karena sibuk menafkahi istri".
"Ayok menikahlah, nunggu apalagi sih? mondok sudah, sudah cukuplah untuk menuntun istri"
Dalam hatiku memaki "Heiiii mattamu, tahu apa tentang diriku sehingga kamu bilang aku sudah mampu untuk menuntun istri. Aku ngurus diri dewek bae masih ngalor-ngidul. Jangankan mau mengimami istri sholat subuh, sekarang subuhku saja kadang kesiangan."
"Ayok menikahlah, tunggu apalagi? nanti ketuwaan looh"
Dalam batinku tersenyum sambil berkata "Menikah bukan urusan tua atau mudanya, tapi ia tentang kesiapan mental dan spiritual seseorang, saya pikir dalam hidup ini alhamdulillah prioritas saya masih pada keilmuan, jujur saya belum menginginkan pernikahan karena pernikahan bagi saya adalah puncak pencapaian setelah sekolah tuntas diselesaikan, jika dihitung perjalananku untuk menyelesaikan sekolah masih membutuhkan waktu kurang lebih 9 atau 10 tahun lagi, maka waktu itulah insyaAlloh untuk memutuskan untuk mencapai pencapaian puncak".
Saya pernah membaca pemikiran ulama yang sangat menarik bagi saya. Begini pemikirannya :
Ulama 1 berkata "Ilmu itu akan hidup diantara kedua paha wanita", sedangkan Ulama 2 berkata "Ilmu itu akan mati diantara kedua paha wanita".
Dan saya termasuk salah satu manusia yang pro terhadap pemikiran ulama yang ke-2. Dimana pemikiran beliau berbunyi "Ilmu akan mati diantara kedua paha wanita". Ya alasannya menurut saya simple, kita ambil mayoritas orang-orang saja yang berada didekat saya. Betapa banyak dari mereka yang setelah menikah jangankan untuk menghidupkan ilmunya lagi atau bahkan menambah ilmunya lagi, bahkan sekedear untuk mengamalkan ilmunya saja pun sudah tidak sempat.
Kita ambil contoh kecilnya, ada orang yang sebelum menikah rajin sholat Jum'at, namun ketika ia sudah berumah tangga hampir tidak pernah lagi ia memunculkan wajah di Jum'atan karena sudah sibuk mengejar dunia untuk menghidupi keluarganya. (ingat ini hanya pandangan dhohirnya saja, pandangan hakikinya wallohu'alam).
Kesimpulan : Saya sangat suka dengan orang yang bertanya kapan saya menikah, saya juga sangat respect terhadap orang-orang yang menyarankan untuk demi kebaikan. Namun bagi saya pernikahan bukanlah sekedar bersatunya dua orang dalam ikatan yang halal, akan tetapi nikah adalah hal sakral dan merupakan awal untuk menyokong (gen) masa depan. Maka dari itu perlu dipersiapkan dengan semaksimal mungkin dari berbagai aspek.
Memang betul yang namanya orang normal kini saya sedang menyukai seseorang, dan mungkin saya sekarang juga sedang disukai orang. Namun kutanamkan dari hati yang terdalam, jika memang ia untukku dan aku untuknya maka akan ada masa dimana semua doa terkabul dengan sendirinya.
Dengan penuh kesadaran aku ingin mengatakan untuk orang yang aku sukai dan orang yang menyukai saya "Aku tidak takut kehilangan, jika memang takdirnya maka tidak mungkin hilang. Yang hendak pergi atau ganti ya silahkan, jika tidak kuat untuk menunggu kepastia". Assekkk.
Salam.
Tidak ada komentar: